Indgold.id – Harga emas dan perak kembali menjadi sorotan global setelah keduanya mencatatkan lonjakan signifikan dan menorehkan rekor baru di pasar logam mulia. Kenaikan ini tidak hanya di picu oleh faktor fundamental ekonomi, tetapi juga oleh ketegangan politik di Washington serta meningkatnya spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
Perak Pimpin Reli dengan Rekor 14 Tahun
Jika selama ini emas selalu menjadi primadona, pekan ini giliran perak yang mencuri perhatian investor. Harga perak ditutup di level US$ 41,22 per troy ons pada perdagangan Senin (1/9/2025), menandai posisi tertinggi sejak Agustus 2011 atau 14 tahun terakhir.
Reli perak tidak main-main—selama lima hari beruntun, logam putih ini sudah menguat 6,93%, dan secara akumulasi sepanjang 2025 telah melonjak 40,7%. Kenaikan pesat ini membuat perak semakin dilirik sebagai aset alternatif, terutama setelah menembus level psikologis US$ 40 yang memicu gelombang pembelian baru.
ETF berbasis perak pun kebanjiran arus modal, sehingga stok fisik di pasar global terus menyusut. Analis memperingatkan, kondisi ini bisa menjadikan perak sebagai bintang utama komoditas hingga akhir tahun.
Emas Tak Mau Kalah, Cetak Rekor Penutupan
Meski perak memimpin, emas tetap menunjukkan dominasinya sebagai aset safe-haven utama. Menurut data Refinitiv, harga emas di tutup di level US$ 3.476 per troy ons pada perdagangan Senin, naik 0,85% dan menorehkan rekor penutupan tertinggi sepanjang sejarah.
Rekor ini melampaui catatan sebelumnya pada Jumat lalu di US$ 3.446,75 per troy ons. Bahkan, harga intraday emas sempat menyentuh US$ 3.489,51, hanya sedikit di bawah rekor sepanjang masa US$ 3.500,05 yang tercipta pada April 2025.
Dalam lima hari terakhir, harga emas sudah menguat 3,26%, mempertegas tren bullish yang masih solid. Pada perdagangan Selasa pagi (2/9/2025) pukul 06.24 WIB, harga emas memang sedikit melemah ke US$ 3.474,44, namun konsensus pasar menilai ini hanya koreksi sehat dalam tren naik jangka panjang.
Pemangkasan Suku Bunga The Fed Jadi Pemicu Utama
Reli emas dan perak tidak lepas dari meningkatnya ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya pada bulan September. Sentimen ini semakin menguat setelah muncul kisruh politik di Washington.
Presiden Donald Trump di sebut gagal menyingkirkan Gubernur Lisa Cook dari jajaran The Fed, yang justru menimbulkan kekhawatiran atas independensi bank sentral. Ditambah dengan melambatnya data ketenagakerjaan, pasar semakin yakin The Fed akan mengambil langkah pelonggaran moneter lebih cepat. Laporan non-farm payrolls yang akan di rilis akhir pekan ini dipandang sebagai penentu arah kebijakan berikutnya.
Faktor Lain : Tarif Perdagangan & Status Perak
Selain kebijakan moneter, faktor perdagangan global juga ikut memperkeruh suasana pasar. Putusan pengadilan banding federal AS baru-baru ini menyatakan sebagian besar tarif era Presiden Trump tidak sah, meski aturan tersebut masih berlaku sambil menunggu proses hukum selanjutnya.
Penetapan perak sebagai “mineral kritis” pekan lalu pun menimbulkan spekulasi akan adanya regulasi tambahan, yang bisa memperketat pasokan dan mendongkrak harga lebih tinggi lagi.
Pasokan Semakin Terbatas, Pasar Berpotensi Ketat hingga 2026
Di sisi fundamental, kondisi pasokan kian memperkuat reli logam mulia. Cadangan perak di London terus menipis, sementara biaya pinjaman jangka pendek (lease rates) bertahan tinggi di kisaran 2%, jauh di atas rata-rata historis mendekati nol.
Dengan permintaan investasi yang melonjak, kebutuhan industri yang tetap kuat, dan pasokan yang terbatas. Analis memperingatkan bahwa pasar logam mulia bisa berada dalam kondisi ketat setidaknya hingga tahun depan.
Outlook : Logam Mulia Masih Jadi Pusat Perhatian Investor
Jika The Fed benar-benar menurunkan suku bunga bulan ini, prospek reli emas dan perak di perkirakan semakin terbuka lebar. Namun bahkan tanpa aksi kebijakan langsung, kombinasi antara drama politik, ketidakpastian tarif, serta masalah pasokan sudah cukup untuk menjaga minat investor pada aset safe-haven.
Emas dan perak kini bukan hanya instrumen lindung nilai. Tetapi juga menjadi simbol keresahan pasar terhadap kondisi geopolitik dan arah kebijakan ekonomi AS. Dengan reli yang masih jauh dari kata usai, logam mulia di perkirakan akan tetap menjadi primadona pasar global hingga akhir 2025.